Kamis, 10 Juli 2014

                                                       Cara Maroko Membalas Jasa
OLEH ARIF FADHILAH, mahasiswa S1 Universitas Mohammed V Agdal , Rabat, melaporkan dari Maroko

MENDENGAR kata benua Afrika, sontak terlintas dalam benak kita sebuah benua yang tandus, sering didera kekeringan, dan dihuni oleh bangsa kulit hitam. Tapi gambaran itu tak berlaku untuk seluruh negara yang terdapat di benua Afrika.

Buktinya, ketika pertama kali menjejakkan kaki di Maroko, salah satu negara di bagian utara Afrika untuk melanjutkan studi sarjana saya, seakan-akan saya justru berada di benua Eropa.

Negara ini punya empat musim, seperti umumnya negara-negara di Eropa. Desain bangunannya pun kebanyakan bercorak Eropa dan Andalusia. Ditambah penghuninya yang mayoritas berkulit putih, yaitu suku Berber, menambah keindahan negara ini.

Letaknya yang sangat strategis di antara Samudera Atlantik (menuju ke benua Amerika) dan Selat Gibraltar (menuju benua Eropa) menjadikan Pelabuhan Maroko salah satu pelabuhan tersibuk di dunia.

Negara ini memiliki banyak julukan. Di antaranya Negeri Seribu Benteng, karena di sini banyak terdapat benteng peninggalan perang-perang besar. Juga dijukuki Negara Maliki, karena mazhab Maliki adalah mazhab resmi negara. Julukan lainnya adalah Negeri Maghribi (matahari terbenam), karena letaknya yang paling ujung barat di antara negara-negara Jazirah Arab.

Saat ini di negeri yang berbentuk Kerajaan Islam ini tercatat sekitar 250 orang mahasiswa. Enam orang di antaranya berasal dari Aceh. Jadi, belum seramai mahasiswa Aceh di Mesir, Saudi Arabia, Sudan, dan lain-lain. Ini karena, Pemerintah Maroko hanya menerima 15 mahasiswa Indonesia dalam program beasiswa S1 yang penyeleksiannya dilakukan Kementerian Agama RI setiap tahun. Sedangkan mereka yang S2 dan S3 umumnya kuliah ke Maroko dengan biaya sendiri (tanpa beasiswa dari sponsor).

Sebagai putra Aceh, saya sangat bersyukur mendapat kesempatan belajar di negeri kelahiran Ibnu Bathutah ini, karena masyarakat di sini sangat terbuka pada orang asing, terutama dari Indonesia.

Di mata orang Maroko, masyarakat Indonesia terkenal memiliki akhlak yang baik. Sampai-sampai orang kita dikatakan sebagai bangsa muslim terbaik di dunia. Mereka juga mengenal Indonesia sebagai negara yang jamaah hajinya terbanyak di dunia dan teratur pelaksanaannya.

Sejauh yang saya telusuri, ternyata hubungan Indonesia dengan Maroko sudah terjalin lama. Yakni, sejak datangnya Ibnu Bathutah, seorang pengembara dari Maroko ke Aceh pada masa Kerajaan Samudera Pasai.

Malah salah satu dari Wali Songo yang mengislamkan masyarakat Nusantara, terutama di Jawa, yakni Syeikh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) kabarnya berasal dari Maroko. Sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah universitas di Malang.

Sejarah mencatat bahwa saat kemerdekaan negara Maroko dari Prancis sudah di ambang pintu, Indonesia yang pertama kali mengakui kemerdekaan Maroko. Atas jasa tersebut sampai-sampai nama presiden pertama RI, Ir Soekarno, diabadikan pada sebuah jalan di ibu kota Maroko. Selain itu, di Maroko juga terdapat jalan bernama Jakarta dan Bandung.

Selain itu, salah satu masjidnya pun diabadikan dengan nama Masjid Indonesia. Untuk mengenang dan membalas jasa besar Indonesia terhadap negeri itu, Raja Maroko pun memberikan fasilitas bebas visa khusus untuk masyarakat Indonesia. Alhamdulillah.